Powered By Blogger

Minggu, 06 Mei 2012

Pandhawa

1. YUDHISTIRA

Pandawa pertama memiliki istri dewi drupadidan memiliki anak raden pancawala. Yudhistira memiliki jimat jamus kalima sada dan ia memiliki darah berwarna putih. Menurut cerita pedalangan Jawa adalah raja jin negara Mertani, sebuah Kerajaan Siluman yang dalam penglihatan mata biasa merupakan hutan belantara yang sangat angker.
Ia merupakan penjelmaan dari Dewa Yama dan lahir dari Kunti. Sifatnya sangat bijaksana, tidak memiliki musuh, dan hampir tak pernah berdusta seumur hidupnya. Memiliki moral yang sangat tinggi dan suka mema’afkan serta suka mengampuni musuh yang sudah menyerah. Memiliki julukan Dhramasuta (putera Dharma), Ajathasatru (yang tidak memiliki musuh), dan Bhārata (keturunan Maharaja Bharata). Ia menjadi seorang Maharaja dunia setelah perang akbar di Kurukshetra berakhir dan mengadakan upacara Aswamedha demi menyatukan kerajaan-kerajaan India Kuno agar berada di bawah pengaruhnya.
2. BIMA

Dikenal pula dengan nama; Balawa, Bratasena, Birawa, Nagata, Kowara, Sena, atau Wijasena. Bima putra kedua Prabu Pandu, raja Negara Astina dengan Dewi Kunti, putri Prabu Basukunti dengan Dewi Dayita dari negara Mandura. Bima mempunyai dua orang saudara kandung bernama: Puntadewa dan Arjuna, serta 2 orang saudara lain ibu, yaitu ; Nakula dan Sadewa.
Ia merupakan penjelmaan dari Dewa Bayu sehingga memiliki nama julukan Bayusutha. Bima sangat kuat, lengannya panjang, tubuhnya tinggi, dan berwajah paling sangar di antara saudara-saudaranya. Meskipun demikian, ia memiliki hati yang baik. Pandai memainkan senjata gada senjata gadanya bernama Rujapala dan pandai memasak. Bima juga gemar makan sehingga dijuluki Werkodara. Kemahirannya dalam berperang sangat dibutuhkan oleh para Pandawa agar mereka mampu memperoleh kemenangan dalam pertempuran akbar di Kurukshetra. Ia memiliki seorang putera dari ras rakshasa bernama Gatotkaca, turut serta membantu ayahnya berperang, namun gugur. Akhirnya Bima memenangkan peperangan dan menyerahkan tahta kepada kakaknya, Yudistira.
3. ARJUNA

Arjuna merupakan anak ke-tiga dari lima bersaudara satu ayah, yang dikenal dengan nama Pandawa. Dua saudara satu ibu adalah Puntadewa dan Bima/Werkudara. Namanya (dalam bahasa Sansekerta) memiliki arti “yang bersinar”, “yang bercahaya”. Ia merupakan penjelmaan dari Dewa Indra, Sang Dewa perang. Arjuna memiliki kemahiran dalam ilmu memanah dan dianggap sebagai ksatria terbaik oleh Drona.
Ia dikenal sebagai sang Pandawa yang menawan parasnya dan lemah lembut budinya. Ia adalah putra Prabu Pandudewanata, raja di Hastinapura dengan Dewi Kunti atau Dewi Prita, yaitu putri Prabu Surasena, Raja Wangsa Yadawa di Mandura. Arjuna merupakan teman dekat Kresna, yaitu awatara (penjelmaan) Bhatara Wisnu yang turun ke dunia demi menyelamatkan dunia dari kejahatan. Arjuna seorang satria yang gemar berkelana, bertapa dan berguru menuntut ilmu. Kemahirannnya dalam ilmu peperangan menjadikannya sebagai tumpuan para Pandawa agar mampu memperoleh kemenangan saat pertempuran akbar di Kurukshetra.
Arjuna memiliki banyak nama panggilan, seperti misalnya Dhananjaya (perebut kekayaan – karena ia berhasil mengumpulkan upeti saat upacara Rajasuya yang diselenggarakan Yudistira); Kirti (yang bermahkota indah – karena ia diberi mahkota indah oleh Dewa Indra saat berada di surga); Partha (putera Kunti – karena ia merupakan putera Pritha alias Kunti). Dalam pertempuran di Kurukshetra, ia berhasil memperoleh kemenangan dan Yudistira diangkat menjadi raja.
4. NAKULA

Dalam pedalangan Jawa disebut pula dengan nama Pinten (nama tumbuh-tumbuhan yang daunnya dapat dipergunakan sebagai obat) adalah putra ke-empat Prabu Pandudewanata, raja negara Astina dengan permaisuri Dewi Madrim, putri Prabu Mandrapati dengan Dewi Tejawati, dari negara Mandaraka. Nakula mahir menunggang kuda dan pandai mempergunakan senjata panah dan lembing. Nakula tidak akan dapat lupa tentang segala hal yang diketahui karena ia mepunyai Aji Pranawajati pemberian Ditya Sapujagad, Senapati negara Mretani.
Ia merupakan penjelmaan Dewa kembar bernama Aswin, Sang Dewa pengobatan. Saudara kembarnya bernama Sadewa, yang lebih kecil darinya, dan merupakan penjelmaan Dewa Aswin juga. Setelah kedua orangtuanya meninggal, ia bersama adiknya diasuh oleh Kunti, istri Pandu yang lain. Nakula pandai memainkan senjata pedang. Dropadi berkata bahwa Nakula merupakan pria yang paling tampan di dunia dan merupakan seorang ksatria berpedang yang tangguh. Ia giat bekerja dan senang melayani kakak-kakaknya. Dalam masa pengasingan di hutan, Nakula dan tiga Pandawa yang lainnya sempat meninggal karena minum racun, namun ia hidup kembali atas permohonan Yudistira. Dalam penyamaran di Kerajaan Matsya yang dipimpin oleh Raja Wirata, ia berperan sebagai pengasuh kuda.
5. SADEWA

Dalam pedalangan Jawa disebut pula dengan nama Tangsen (buah dari tumbuh-tumbuhan yang daunnya dapat dipergunakan dan dipakai untuk obat) adalah putra ke-lima atau bungsu Prabu Pandudewanata, raja negara Astina dengan permaisuri Dewi Madrim, putri Prabu Mandrapati dengan Dewi Tejawati dari negara Mandaraka. Ia lahir kembar bersama kakanya, Nakula. Sadewa mempunyai watak jujur, setia, taat, belas kasih, tahu membalas guna dan dapat menyimpan rahasia.
Ia merupakan penjelmaan Dewa kembar bernama Aswin, Sang Dewa pengobatan. Saudara kembarnya bernama Nakula, yang lebih besar darinya, dan merupakan penjelmaan Dewa Aswin juga. Setelah kedua orangtuanya meninggal, ia bersama kakaknya diasuh oleh Kunti, istri Pandu yang lain. Sadewa adalah orang yang sangat rajin dan bijaksana. Sadewa juga merupakan seseorang yang ahli dalam ilmu astronomi. Yudistira pernah berkata bahwa Sadewa merupakan pria yang bijaksana, setara dengan Brihaspati, guru para Dewa. Ia giat bekerja dan senang melayani kakak-kakaknya. Dalam penyamaran di Kerajaan Matsya yang dipimpin oleh Raja Wirata, ia berperan sebagai pengembala sapi.
PANDAWA LIMA MENIKAHI DRUPADI
Sebelumnya mari kita rujuk siapakah Drupadi ini, Dropadi, Drupadi, atau Draupadi (Sanskerta: द्रौपदी; Draupadī) adalah salah satu tokoh dari wiracarita Mahabharata. Ia adalah puteri Prabu Drupada, raja di kerajaan Panchala. Pada kitab Mahabharata versi aslinya, Dropadi adalah istri para Pandawa lima semuanya. Banyak versi yang digambarkan dari dewi jelita ini menjadikan dirinya menarik untuk digambarkan karena SOSOK KESETIAAN ISTRI yang terkadang dihadapkan pada pilihan tersulit sekalipun. Seperti Sang Dewi yang dihadapkan pada pertaruhan dadu tengkorak antara Pandawa dan Kurawa menjadikannya duduk di kursi pesakitan menjadi barang taruhan. Dalam cerita pewayangan, Dewi Dropadi dinikahi oleh Yudistira saja dan bukan milik kelima Pandawa.
Drupadi
Bagaimana Dropadi dapat bersuamikan Pandawa Lima karena ketika itu terdapat masa Pandawa lima yang melarikan diri ke rimba mengetahui akan diadakan sayembara di Kerajaan Panchala dengan syarat, barang siapa yang dapat membidik sasaran dengan tepat boleh menikahkan putri Raja Panchala (Drupada) yang bernama Panchali atau Dropadi. Arjuna pun mengikuti sayembara itu dan berhasil memenangkannya, tetapi Bima yang berkata kepada ibunya, “lihat apa yang kami bawa ibu!”. Dewi Kunti menyuruh agar mereka membagi rata apa yang mereka peroleh. Namun Dewi Kunti terkejut ketika tahu bahwa putera-puteranya tidak hanya membawa hasil meminta-minta saja, namun juga seorang wanita. Dewi Kunti tidak mau berdusta maka Dropadi pun menjadi istri Pandawa Lima.

Tari Saman

         






                  Tari Saman adalah sebuah tarian suku Gayo (Gayo Lues) yang biasa ditampilkan untuk merayakan peristiwa-peristiwa penting dalam adat. Syair dalam tarian Saman mempergunakan bahasa Arab dan bahasa Gayo. Selain itu biasanya tarian ini juga ditampilkan untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dalam beberapa literatur menyebutkan tari Saman di Aceh didirikan dan dikembangkan oleh Syekh Saman, seorang ulama yang berasal dari Gayo di Aceh Tenggara.
          Tari saman merupakan salah satu media untuk pencapaian pesan (dakwah). Tarian ini mencerminkan pendidikan, keagamaan, sopan santun, kepahlawanan, kekompakan dan kebersamaan.
Sebelum saman dimulai yaitu sebagai mukaddimah atau pembukaan, tampil seorang tua cerdik pandai atau pemuka adat untuk mewakili masyarakat setempat (keketar) atau nasihat-nasihat yang berguna kepada para pemain dan penonton.
Lagu dan syair pengungkapannya secara bersama dan kontinu, pemainnya terdiri dari pria-pria yang masih muda-muda dengan memakai pakaian adat. Penyajian tarian tersebut dapat juga dipentaskan, dipertandingkan antara group tamu dengan grup sepangkalan (dua grup). Penilaian ditititk beratkan pada kemampuan masing-masing grup dalam mengikuti gerak, tari dan lagu (syair) yang disajikan oleh pihak lawan.
            Tari Saman biasanya ditampilkan tidak menggunakan iringan alat musik, akan tetapi menggunakan suara dari para penari dan tepuk tangan mereka yang biasanya dikombinasikan dengan memukul dada dan pangkal paha mereka sebagai sinkronisasi dan menghempaskan badan ke berbagai arah. Tarian ini dipandu oleh seorang pemimpin yang lazimnya disebut Syech. Karena keseragaman formasi dan ketepatan waktu adalah suatu keharusan dalam menampilkan tarian ini, maka para penari dituntut untuk memiliki konsentrasi yang tinggi dan latihan yang serius agar dapat tampil dengan sempurna. Tarian ini khususnya ditarikan oleh para pria.
            Pada zaman dahulu,tarian ini pertunjukkan dalam acara adat tertentu,diantaranya dalam upacara memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Selain itu, khususnya dalam konteks masa kini, tarian ini dipertunjukkan pula pada acara-acara yang bersifat resmi,seperti kunjungan tamu-tamu Antar Kabupaten dan Negara,atau dalam pembukaan sebuah festival dan acara lainnya.   
            Pada 24 November lalu atau pada hari kedua penyelenggaraan sidang sesi keenam Komite Antar-Pemerintah dalam UNESCO untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda. Sidang yang dihadiri lebih dari 400 delegasi dari 137 negara pihak Konvensi 2003 UNESCO itu berlangsung di Bali International Convention Centre (BICC), Nusa Dua, Bali, pada 22-29 November lalu.
             Dalam beberapa literatur, tari saman disebutkan berasal dari Dataran Tinggi Gayo, Provinsi Aceh. Ada juga yang menyebutnya berasal dari Blanglejeren, yang kini menjadi ibu kota Kabupaten Gayo Lues. Tapi semua literatur menyebutkan bahwa yang menciptakan tarian ini adalah Syekh Saman, seorang ulama penyebar Islam di Aceh, pada sekitar abad ke-14.
            Tarian ini sungguh memukau, terutama karena kekompakan massal para pemainnya menggoyang tubuh, tangan, dan kepala secara serentak atau silang-menyilang. Juga dengan iringan suara musik tubuh lewat tepuk tangan, berselang-seling dengan tepukan di dada dan paha
            Pada puncaknya, semua dilakukan dengan gerakan sangat cepat dalam posisi duduk berlutut atau tegak bertumpu pada lutut. Setelah diselingi dengan semacam masa jeda perlambatan, para penari kembali bergerak sangat energik. Syair-syair yang diucapkan selama pertunjukan pun serasa turut membangkitkan semangat penonton yang tak paham bahasa Gayo sekalipun.
           Tidak mengherankan, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Mari Elka Pangestu mengungkapkan bahwa pesohor industri showbiz dunia Quincy Jones terkagum-kagum ketika menyaksikan tari saman. Musisi, komposer, sekaligus produser sederet artis ternama seperti Michael Jackson itu terobsesi untuk membawa paket koreografi yang dikenal dengan sebutan "tari seribu tangan" ini sebagai bagian dari pertunjukannya.
            Dulu, tari saman biasa digelar di kolong-kolong meunasah alias surau yang berbentuk bangunan panggung. Awalnya, semua penarinya adalah kaum lelaki. Tujuannya, sebagai undangan agar mereka dapat menunaikan salat tepat waktu. Belakangan, kaum perempuan juga menarikannya dengan mengambil tempat di atas meunasah atau di bagian khusus masjid tempat salat kaum hawa.    
           Berkas nominasi saman diajukan ke UNESCO sejak Maret 2010. Sebelumnya dilakukan serangkaian penelitian, pendokumentasian, dan penyusunan berkas untuk melengkapi inskripsi saman sesuai dengan standar UNESCO. "Berkas saman oleh consultative body dinilai sangat baik, lengkap, dan memenuhi syarat, sehingga pengesahannya berlangsung lancar," ujar Basuki Antariksa, peneliti di Puslitbang Kepariwisataan Kemenparekraf, yang berstatus sebagai "ahli" dalam delegasi Indonesia di sidang keenam itu.

Tari Remo

            Tari Remo berasal dari Jombang, Jawa Timur Tarian ini pada awalnya merupakan tarian yang digunakan sebagai pengantar pertunjukan ludruk. Namun, pada perkembangannya tarian ini sering ditarikan secara terpisah sebagai sambutan atas tamu kenegaraan, ditarikan dalam upacara-upacara kenegaraan, maupun dalam festival kesenian daerah. Tarian ini sebenarnya menceritakan tentang perjuangan seorang pangeran dalam medan laga. Akan tetapi dalam perkembangannya tarian ini menjadi lebih sering ditarikan oleh perempuan, sehingga memunculkan gaya tarian yang lain: Remo Putri atau Tari Remo gaya perempuan.
             Karakteristika yang paling utama dari Tari Remo adalah gerakan kaki yang rancak dan dinamis. Gerakan ini didukung dengan adanya lonceng-lonceng yang dipasang di pergelangan kaki. Lonceng ini berbunyi saat penari melangkah atau menghentak di panggung. Selain itu, karakteristika yang lain yakni gerakan selendang atau sampur, gerakan anggukan dan gelengan kepala, ekspresi wajah, dan kuda-kuda penari membuat tarian ini semakin atraktif.
              Musik yang mengiringi Tari Remo ini adalah gamelan, yang biasanya terdiri atas bonang barung/babok, bonang penerus, saron, gambang, gender, slentem siter, seruling, kethuk, kenong, kempul, dan gong. Adapun jenis irama yang sering dibawakan untuk mengiringi Tari Remo adalah Jula-Juli dan Tropongan, namun dapat pula berupa gending Walangkekek, Gedok Rancak, Krucilan atau gending-gending kreasi baru. Dalam pertunjukan ludruk, penari biasanya menyelakan sebuah lagu di tengah-tengah tariannya.