Minggu, 06 Mei 2012
Tari Saman
Tari Saman adalah sebuah tarian suku Gayo (Gayo Lues) yang biasa ditampilkan untuk merayakan peristiwa-peristiwa penting dalam adat. Syair dalam tarian Saman mempergunakan bahasa Arab dan bahasa Gayo. Selain itu biasanya tarian ini juga ditampilkan untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dalam beberapa literatur menyebutkan tari Saman di Aceh didirikan dan dikembangkan oleh Syekh Saman, seorang ulama yang berasal dari Gayo di Aceh Tenggara.
Tari saman merupakan salah satu media untuk pencapaian pesan (dakwah). Tarian ini mencerminkan pendidikan, keagamaan, sopan santun, kepahlawanan, kekompakan dan kebersamaan.
Sebelum saman dimulai yaitu sebagai mukaddimah atau pembukaan, tampil seorang tua cerdik pandai atau pemuka adat untuk mewakili masyarakat setempat (keketar) atau nasihat-nasihat yang berguna kepada para pemain dan penonton.
Lagu dan syair pengungkapannya secara bersama dan kontinu, pemainnya terdiri dari pria-pria yang masih muda-muda dengan memakai pakaian adat. Penyajian tarian tersebut dapat juga dipentaskan, dipertandingkan antara group tamu dengan grup sepangkalan (dua grup). Penilaian ditititk beratkan pada kemampuan masing-masing grup dalam mengikuti gerak, tari dan lagu (syair) yang disajikan oleh pihak lawan.
Tari Saman biasanya ditampilkan tidak menggunakan iringan alat musik, akan tetapi menggunakan suara dari para penari dan tepuk tangan mereka yang biasanya dikombinasikan dengan memukul dada dan pangkal paha mereka sebagai sinkronisasi dan menghempaskan badan ke berbagai arah. Tarian ini dipandu oleh seorang pemimpin yang lazimnya disebut Syech. Karena keseragaman formasi dan ketepatan waktu adalah suatu keharusan dalam menampilkan tarian ini, maka para penari dituntut untuk memiliki konsentrasi yang tinggi dan latihan yang serius agar dapat tampil dengan sempurna. Tarian ini khususnya ditarikan oleh para pria.
Pada zaman dahulu,tarian ini pertunjukkan dalam acara adat tertentu,diantaranya dalam upacara memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Selain itu, khususnya dalam konteks masa kini, tarian ini dipertunjukkan pula pada acara-acara yang bersifat resmi,seperti kunjungan tamu-tamu Antar Kabupaten dan Negara,atau dalam pembukaan sebuah festival dan acara lainnya.
Pada 24 November lalu atau pada hari kedua penyelenggaraan sidang sesi keenam Komite Antar-Pemerintah dalam UNESCO untuk Perlindungan Warisan Budaya Tak Benda. Sidang yang dihadiri lebih dari 400 delegasi dari 137 negara pihak Konvensi 2003 UNESCO itu berlangsung di Bali International Convention Centre (BICC), Nusa Dua, Bali, pada 22-29 November lalu.
Dalam beberapa literatur, tari saman disebutkan berasal dari Dataran Tinggi Gayo, Provinsi Aceh. Ada juga yang menyebutnya berasal dari Blanglejeren, yang kini menjadi ibu kota Kabupaten Gayo Lues. Tapi semua literatur menyebutkan bahwa yang menciptakan tarian ini adalah Syekh Saman, seorang ulama penyebar Islam di Aceh, pada sekitar abad ke-14.
Tarian ini sungguh memukau, terutama karena kekompakan massal para pemainnya menggoyang tubuh, tangan, dan kepala secara serentak atau silang-menyilang. Juga dengan iringan suara musik tubuh lewat tepuk tangan, berselang-seling dengan tepukan di dada dan paha
Pada puncaknya, semua dilakukan dengan gerakan sangat cepat dalam posisi duduk berlutut atau tegak bertumpu pada lutut. Setelah diselingi dengan semacam masa jeda perlambatan, para penari kembali bergerak sangat energik. Syair-syair yang diucapkan selama pertunjukan pun serasa turut membangkitkan semangat penonton yang tak paham bahasa Gayo sekalipun.
Tidak mengherankan, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Mari Elka Pangestu mengungkapkan bahwa pesohor industri showbiz dunia Quincy Jones terkagum-kagum ketika menyaksikan tari saman. Musisi, komposer, sekaligus produser sederet artis ternama seperti Michael Jackson itu terobsesi untuk membawa paket koreografi yang dikenal dengan sebutan "tari seribu tangan" ini sebagai bagian dari pertunjukannya.
Dulu, tari saman biasa digelar di kolong-kolong meunasah alias surau yang berbentuk bangunan panggung. Awalnya, semua penarinya adalah kaum lelaki. Tujuannya, sebagai undangan agar mereka dapat menunaikan salat tepat waktu. Belakangan, kaum perempuan juga menarikannya dengan mengambil tempat di atas meunasah atau di bagian khusus masjid tempat salat kaum hawa.
Berkas nominasi saman diajukan ke UNESCO sejak Maret 2010. Sebelumnya dilakukan serangkaian penelitian, pendokumentasian, dan penyusunan berkas untuk melengkapi inskripsi saman sesuai dengan standar UNESCO. "Berkas saman oleh consultative body dinilai sangat baik, lengkap, dan memenuhi syarat, sehingga pengesahannya berlangsung lancar," ujar Basuki Antariksa, peneliti di Puslitbang Kepariwisataan Kemenparekraf, yang berstatus sebagai "ahli" dalam delegasi Indonesia di sidang keenam itu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar